Selasa, 20 September 2011

Masyarakat dan Hukum


  Ahli pikir yunani yang bernama Aristoteles menyatakan bahwa manusia adalah Zoon Politicon. Artinya bahwa manusia memiliki keinginan atau kemauan untuk bergaul dan berkumpul bersama manusia lainnya yang lazimnya disebut makhluk sosial.

  Sehingga manusia dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingannya memerlukan manusia lain dan tidak bisa melakukannya sendiri. Dengan adanya kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda dari manusia yang ada didalam masyarakat tidak jarang menyebabkan pertentangan-pertentangan terjadi didalam masyarakat. Pertentangan-pertentangan yang timbul dalam masyarakat jika tidak diselesaikan secara bijaksana dan adil maka akan timbul kekacauan (chaos) didalam masyarakat yang berdampak terusiknya kedamaian dan ketentraman. Agar hal ini tidak terjadi dibutuhkan sebuah petunjuk atau pedoman hidup yang dapat digunakan sebagai tata tertib yang dapat ditaati oleh masyarakat sebagai sebuah tuntunan didalam kehidupan bermasyarakat.
  Petunjuk-petunjuk hidup yang berkembang didalam masyarakat terdiri dari 4 kaidah,yaitu :
a. Kaidah agama
b. Kaidah kesusilaan
c. Kaidah kesopanan dan
d. kaidah hukum
  Keempat kaidah inilah yang sering digunakan manusia dalam masyarakat dalam melandasi hubungan antar sesamanya.
  Kaidah agama adalah kaidah yang bersumber dari kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang menciptakan alam semesta. Kaidah agama memiliki sanksi berupa dosa apabila melanggar perintah agama yang kelak akan dipertanggung jawabkan diakhirat.
Kaidah kesusilaan adalah kaidah yang berpangkal pada hati nurani manusia itu sendiri. Hati nurani yang membisikkan agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan tercela. Pelanggaran terhadap kaidah kesusilaan berarti melanggar perasaan baiknya yang menyebabkan rasa penyesalan.
  Kaidah kesopanan adalah kaidah yang timbul didalam masyarakat untuk mengatur sopan santun dan perilaku dalam pergaulan hidup antara sesama manusia didalam masyarakat. Pelanggaran terhadap kaidah ini akan dikucilkan oleh masyarakat.
  Kaidah kesopanan hakikatnya bersumber dari kebiasaan atau adat istiadat didalam suatu kelompok masyarakat. Misalnya, dalam pengucapan kata kamu. Didalam suku jawa apabila seorang yang lebih muda mengucapkan kata kamu kepada yang lebih tua maka akan dianggap orang itu tida memiliki sopan santun sedangkan didalam suku karo jika seorang yang lebih muda mengucapkan kata kamu didalam bahasa karo disebut kam sudah dianggap sopan oleh masyarakat.
  Berdasarkan hal diatas maka makna kesopanan didalam masyarakat adalah berbeda-beda. Jadi setiap individu yang tinggal didalam kelompok masyarakat yang berbeda latar belakang kebiasaannya harus melakukan penyesuaian terhadap kelompok masyarakat agar tidak terjadi pengucilan oleh masyarakat akibat melanggar norma kesopanan yang berlaku dalam suatu masyarakat.
  Meskipun kaidah agama, kesusilaan dan kesopanan memegang peranan yang sangat penting didalam pergaulan hidup dimasyarakat. Namun, ketiga kaidah tersebut belum cukup menjamin keserasian, keharmonisan dan keseimbangan hubungan antara sesama anggota masyarakat. Karenanya ketiga kaidah itu perlu ditambah dengan kaidah yang lain, yaitu kaidah hukum.
  Kaidah hukum yang diberlakukan dalam masyarakat tidaklah boleh diktator tetapi hukum harus memiliki keserasian dengan masyarakat. Ini diperlukan karena hukum itu tumbuh dan berkembang didalam masyarakat. Ada hak dan kewajiban disana serta hubungan yang terjadi tidak hanya terbatas pada 1 segi saja akan tetapi juga melingkupi banyak segi.
  Kaidah hukum yang mencerminkan masyarakat dimana tempat kaidah itu tumbuh adalah harus juga terdapat kesesuian antara tujuan hukum dengan kekuatan berlakunya hukum. Hal ini tergambar sebagai berikut :*








Keterangan :
a. Tujuan hukum, yaitu : Keadilan, Kemanfaatan dan Kepastian.
b. Kekuatan berlakunya, yaitu : Filosofis, Sosiologis dan Yuridis.
Berdasarkan bagan diatas dapat disimpulkan bahwa :
  1. Hukum harus berdasarkan filosofis yang berkeadilan, yaitu harus memiliki keadilan hukum yang benar dan sebaik-baiknya, jika tidak baik maka bukan disebut hukum.
  2. Hukum harus berdasarkan sosiologis yang bermanfaat untuk masyarakat dan membela masyarakat jika tidak maka bukan disebut hukum.
  3. Hukum harus berdasarkan yuridis yang memiliki kepastian, yaitu hukum memiliki aturan dan tata tertib yang nyata, pasti dan tegas jika tidak maka bukan disebut hukum.
Tujuan hukum dan kekuatan berlakunya jika berhasil disatukan maka produk kaidah hukum, yaitu peraturan perundang-undangan akan sesuai dengan kehidupan masyarakat dimana tempat hukum itu tumbuh.
CATATAN :
Lihat pula buku Chainur Arrasjid, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Hal. 19 tentang bangan menurut    Satjipto Raharjo.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar