Sabtu, 24 September 2011

Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan Hukum

A.  Pendahuluan

Tanggung jawab merupakan hal yang ada pada setiap makhluk hidup. Hal demikian dapat dilihat pada manusia yang menunjukkan tanggung jawabnya dengan merawat dan mendidik anaknya sampai dewasa begitu juga pada hewan, ia juga merawat anaknya sampai dewasa. Tanggung jawab tidak hanya ada pada makhluk hidup namun terdapat juga pada bidang yang ditekuni oleh manusia, seperti negarawan, budayawan, ilmuwan dan sebagainya.
Mengenai tanggung jawab ini tidak hanya menyangkut subjek dari tanggung jawab itu sendiri, seperti makhluk hidup atau bidang yang ditekuni oleh manusia akan tetapi juga menyangkut objek dari tanggung jawab, misalnya sosial, mendidik anak, memberi nafkah dan sebagainya.
Dalam hal ini, penulis akan membahas mengenai tanggung jawab sosial ilmuwan hukum yang mana cakupan dari pembahasannya menurut saya sangat luas. Tidak hanya pada tugasnya mengkaji ilmu pengetahuan hukum atau menemukan suatu disiplin ilmu pengetahuan hukum baru akan tetapi ilmuwan hukum juga memiliki sebuah tanggung jawab yang sangat besar yang melekat pada dirinya.
Tanggung jawab itu adalah bagaimana gamabaran tanggung jawab sosial ilmuwan, apakah hanya sebagai pengembang, pengkaji, atau penemu ilmu pengetahuan hukum baru yang bertujuan untuk mempermudah kehidupan  manusia atau menemukan sebuah titik terang bagi permasalahan sosial yang ada pada masyarakat, misalnya kenakalan remaja, kejahatan, perubahan sosial, stratifikasi sosial dan sebagainya.

B. Pembahasan
Tanggung jawab sosial ilmuwan hukum adalah suatu kewajiban seorang ilmuwan hukum untuk mengetahui masalah sosial dan cara penyelesaian permasalahan sosial tersebut. Berikut ini pembahasan tanggung jawab sosial ilmuwan akan dibagi menjadi 2 pokok pembahasan, yaitu :
1.       Metode yang digunakan oleh ilmuwan hukum untuk mengkaji, menemukan atau mengembangkan ilmu pengetahuan hukum,
2.       Gambaran tanggung jawab sosial ilmuwan.
1. Metode yang Digunakan oleh Ilmuwan Hukum untuk Mengkaji, Menemukan atau Mengembangkan Ilmu Pengetahuan Hukum
Dalam dunia keilmuan terdapat sebuah segi lain yang sangat melekat,  yaitu “metode” yang dianggap senantiasa melekat pada segi “sistem”.
Metode yang dimaksud disini adalah cara kerja untuk dapat memahami atau mengkaji objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Dengan demikian, perlu diingat bahwa objeklah yang menentukan metodologi dan bukan sebaliknya metodologi menentukan objek mana yang menjadi sasaran suatu kegiatan atau usaha ilmiah.
Metode ilmiah adalah prosedur untuk memeperoleh pengetahuan yang disebut ilmu. Sebagai suatu prosedur atau cara untuk mengetahui, menguji, menemukan, atau mengembangkan ilmu pengetahuan, metode mempunyai langkah-langkah yang sistematis, yaitu :[1]
a.  Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasi faktor-faktor yang terkait di dalamnya,
b.  Perumusan kerangka berfikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan membentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berfikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan,  
c.  Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan jawaban pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berfikir yang dikembangkan,
d.   Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang  
            relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan, apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak,
e.  Penarikan kesimpulan ang merupakan penilaian, apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima, sekiranya dalam proses pengkajian terdapat fakta yang cukup yang mendukung hipotesis maka hipotesis itu diterima. Sebaliknya, kalau dalam proses pengujian tidak terdapat fakta yang cukup mendukung hipotesis maka hipotesis itu ditolak. Hipotesis yang diterima kemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan yakni mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelum serta telah teruji kebenarannya. Pengertian kebenaran disini harus dapat ditafsirkan secara pragmatis, artinya bahwa sampai saat ini belum terdapat fakta yang menyatakan sebaliknya.
Secara teoritis konseptual langkah-langkah sistematis ini harus diterapkan berurutan dan teratur supaya sesuatu penelaahan dapat disebut ilimah, dengan pengertian bahwa langkah yang satu menjadi landasan atau dasar bagi langkah berikutnya.[2] Namun demikian dalam praktek sering terjadi lompatan-lompatan atau langkah-melangkahi. Bahkan hubungan antara langkah yang satu dengan yang lain tidak terikat secara statis melainkan bersifat dinamis, dengan proses pengkajian ilmiah yang semata-mata mengandalkan penalaran melainkan juga imajinasi dan kreatifitas.
Sering terjadi bahwa langkah yang satu bukan saja menjadi landasan bagi langkah yang berikutnya, namun sekaligus sebagai landasan koreksi bagi langkah yang lain. Melalui jalan ini diharapkan terprosesnya pengetahuan yang bersifat konsisten dengan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya serta teruji kebenarannya secara empiris.
Demikianlah langkah-langkah sistematis dalam kerangka untuk mengetahui, menguji, menemukan, atau mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai patokan-patokan dasar yang dalam prakteknya dapat saja berkembang berbagai variasi sesuai dengan bidang dan permasalahan yang sedang diteliti.
2.   Gambaran Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan Hukum        
Tanggung jawab sosial ilmuwan hukum adalah suatu kewajiban seorang ilmuwan hukum untuk mengetahui masalah sosial dan cara penyelesaian permasalahan sosial tersebut.
Untuk memperjelas mengenai tanggung jawab sosial ilmuwan hukum berikut ini akan diuraikan permasalahan sosial yang sering terjadi dimasyarakat, yaitu :
a.   Aksi protes dan Demonstrasi[3]
Aksi protes merupakan gerakan yang dapat dilakukan secara perorangan ataupun secara bersama-sama untuk menyampaikan rasa tidak puas terhadap tindakan atau kebijakan seseorang atau lembaga tertentu. Demonstrasi adalah tindakan yang dilakukan secara berkelompok atau bersama-sama untuk menyampaikan rasa tidak puas. Contoh aksi protes dan demonstrasi yang pernah terjadi diIndonesia adalah sebagai berikut :
-  Aksi protes dan demonstrasi yang dilakukan buruh terhadap Surat Keputusan Bersama 4 Menteri,
-    Aksi protes dan demonstrasi yang dilakukan umat islam terhadap aliran  
      ahmadiyah yang dianggap menodai agama islam,
-         Pada masa orde baru, mahasiswa yang didukung masyarakat
-         menggelar aksi protes dan berdemonstrasi menuntut turunnya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan,
      -    Dan sebagainya.
b.   Kriminalitas
Kriminalitas merupakan tindakan sosial yang disosiatif. Kriminalitas ditandai dengan prilaku-prilaku menyimpang yang cenderung melawan hukum atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat.[4] Tindakan kriminal bukanlah bawaan dari lahir dan dapat dilakukan oleh pria ataupun wanita dari beragam usia, dari anak-anak sampai usia dewasa bahkan lanjut usia.
Tindakan kriminal dapat dilakukan melalui perencanaan atau tanpa melalui perencanaan, seperti tindakan mempertahankan diri yang mengakibatkan terbunuh seorang perampok. Tindakan kriminal dapat berupa perampokan, pemerkosaan, korupsi, kolusi, nepotisme dan sebagainya.
Kondisi masyarakat yang mendukung seseorang atau sekelompok orang melakukan tindakan kejahatan dapat dilihat dari beragamnya bentuk kejahatan yang terdapat di dalam masyarakat itu sendiri. Bentuk proses sosial yang terjadi dan mendorong orang untuk melakukan kejahatan diperoleh antara lain melalui proses imitasi, konpensasi, konsepsi diri sendiri (self conception), kekecewaan, persaingan tidak sehat, dan pertentangan kebudayaan. Prilaku kejahatan semacam ini dapat dipelajari melalui berbagai media elektronik, surat kabar, dan interaksi dengan orang-orang yang memiliki profesi sebagai penjahat.
Gejala kriminalitas lain yang berkembang dimasyarakat saat ini adalah adanya kejahatan kerah putih (white collar crime). Yang dimaksud kejahatan kerah putih adalah  kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh para penguasa atau pakar dalam melakukan peranannya. Banyak para ahli mengatakan tipe kejahatan seperti ini merupakan ekses dari proses perkembangan ekonomi yang terlalu cepat yang menekankan pada aspek material belaka. Pada awalnya, gejala ini disebut business crime atau economic criminality. Golongan kerah putih menganggap dirinya kebal terhadap hukum dan sarana-sarana pengendalian sosial lainnya, karena kekuasaan dan keuangan yang dimilikinya sangat kuat.
c.   Kenakalan remaja
Masa remaja dapat dikatakan sebagai masa yang berbahaya. Pada masa ini emosi seseorang masih labil, belum memiliki pegangan dan dalam proses mencari jati diri. Pada masa ini, manusia sedangmengalami proses pembentukan kepribadian. Untuk itu, perlu adanya perhatian yang lebih dari orang tua, agar si anak tidak terjerumus terhadap hal-hal ang dapat merugikan masa depannya.
Kenakalan remaja pada umumnya ditandai oleh dua ciri berikut, yaitu :[5]
1.      Adanya keinginan untuk melawan, seperti dalam bentuk      
      radikalisme,
2.      Adanya sikap apatis yang biasanya disertai dengan adanya rasa   kecewa terhadap kondisi masyarakat.
Bentuk-bentuk kenakalan remaja yang cukup meresahkan para orang tua dan merepotkan aparat keamanan antara lain adalah tawuran, pemerasan, pembunuhan, narkoba, pemerkosaan dan lain sebagainya. Dari beberapa penelitian diperoleh kenyataan bahwa remaja yang terlibat dengan kenakalan seperti yang tersebut diatas tidak hanya datang dari golongan miskin saja tetapi juga datang dari golongan mampu. Jadi, kemiskinan bukan satu-satunya penyebab seorang anak terjerumus dalam tidakan menyimpang. Masih ada faktor lain yang juga mendukung timbulnya masalah ini, seperti adanya perkumpulan pemuda atau gank, pengaruh dari berbagai macam media seperti, film dan bacaan porno. Tingkat umur para pelaku kejahatan remaja ini pun beragam, mulai dari yang masih duduk di bangku sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi dengan bentuknya yang beragam.
Berdasarkan beberapa uraian permasalahan sosial yang tersebut diatas maka dapat dirumuskan beberapa gambaran tanggung jawab sosial ilmuwan hukum, yaitu :
1. bahwa seorang ilmuwan hukum harus mampu mengidentifikasi  
    kemungkinan permasalahan sosial yang akan berkembang berdasarkan      
    permalahan sosial yang sering terjadi dimasyarakat,
2. bahwa seorang ilmuwan hukum harus mampu bekerjasama dengan
    masyarakat yang mana dimasyarakat tersebut sering terjadi permasalahan   
    sosial sehingga ilmuwan tersebut mampu merumuskan jalan keluar dari  
    permasalahan sosial tersebut,
3. seorang ilmuwan hukum harus mampu menjadi media dalam rangka
    penyelesaian permasalahan sosial dimasyarakat yang mana masyarakat
    Indonesia yang terdiri dari keanekaragaman ras, agama, etnis dan
    kebudayaan sehingga berpotensi besar untuk timbulnya suatu konflik, dan
4. Membantu pemerintah untuk menemukan cara dalam rangka mempercepat
    proses intergrasi sosial budaya dan penemuan hukum yang mana ini
    bertujuan untuk mempererat tali kesatuan antara masyarakat Indonesia. Hal
    ini juga bertujuan untuk mencegah terjadinya konflik dan berguna untuk  
    mengisi kekosongan hukum.
C. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penulisan yang penulis lakukan maka pada bagian ini penulis akan mencoba menarik kesimpulan atas semua tulisan sebelumnya, sebagai berikut :
  1. Bahwa selain mengkaji, menemukan atau menealah ilmu pengetahuan hukum, seorang ilmuwan hukum mempunyai tanggung jawab sosial,
  2. Bahwa tanggung jawab sosial ilmuwan hukum adalah sangat kompleks.
Daftar Bacaan
Erwin Hasibuan, 2007, “Filsafat Ilmu Hukum”. Diktat Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara, Medan.
Iwa Husein Iskandar, 1999, Pengantar Sosiologi, Pertindo, Jakarta
Kun Maryati, 1996, Sosiologi, Mandar Maju, Bandung.
Mhd. Iqbal Tarigan, 2006, “Pengaruh Krimialitas Terhadap Pembangunan”. Makalah Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara, Medan.
.


[1] Erwin Hasibuan, 2007, “Filsafat Ilmu Hukum”. Diktat Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara, hal. 21.
[2] ibid, hal. 22
[3] Kun Maryati, 1996, Sosiologi, Mandar Maju, Bandung, hal. 120.
[4] Mhd. Iqbal Tarigan, 2006, “Pengaruh Krimialitas Terhadap Pembangunan. Makalah Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara, hal. 19.
[5] Iwa Husein Iskandar, 1999, Pengantar Sosiologi, Pertindo, Jakarta, hal. 200.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar